...SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN...
...TETAP WASPADA TINGKATKAN KEAMANAN LINGKUNGAN SELAMA LIBUR LEBARAN...

28.9.07

Wacana Ke-RT an

Disadur dari Kompas, 28 September 2007
bacaan bagus, sebuah wacana, mungkin untuk menghapuskan RT 10...ha ha ha
jadi penduduk liar

Ketua RT, Perlukah?

Itet T Sumarijanto

Menjadi ketua RT alias rukun tetangga bisa enak bisa juga tidak. Enak karena tidak punya tanggung jawab jelas, bisa di-"sambi", dan tidak perlu kantor.

Jika berhalangan, pihak kelurahan siap mengambil alih tugas. Tidak hadir rapat di kelurahan, juga tidak ada sanksi. Tidak enak, saat warga perlu KTP. Warga cukup menyuruh sopir atau pembantu. Padahal, warga tahu ketua RT bukan pembantu atau sopir. Tidak dilayani, bisa langsung ke kelurahan, tanpa prosedur yang lazim.

Ketua RT bukan jabatan formal karena tidak masuk dalam struktur organisasi kepemerintahan. Maka, ia hanya bisa menampung keluhan warga dan melaporkan ke kelurahan. Ia tidak memiliki wewenang untuk memasuki ranah publik. Padahal, kondisi di luar pagar rumah, seperti jalur pedestrian berlubang dan pepohonan mengganggu kabel listrik, terpaksa dibiarkan telantar.

Ketua RT tidak dilengkapi dengan kekuatan hukum untuk menerima atau menolak kehadiran pedagang kaki lima (PKL), juru parkir, dan gerobak pemulung yang tiba-tiba mangkal di sembarang tempat di wilayahnya.

Pemilu atau pilkada adalah tugas puncak RT. Ketua RT harus berpartisipasi dengan membentuk panitia di RT-nya. Sikap ketua RT bisa cuek atau peduli. Cuek karena meskipun warga protes tidak bisa ikut pilkada, tidak ada sanksi terhadap ketua RT, paling dimaki warga. Yang peduli akan merasa frustrasi karena data tidak lengkap dan akurat. Ia menjadi sangat repot karena tidak paham soal pendataan.

Menurut Keputusan Gubernur DKI Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pedoman RT dan RW: RT (bukan ketua RT) tugasnya antara lain melayani warga yang memerlukan. RT (bukan ketua RT) berprestasi meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Tugas terakhir ini tidak gampang. Menempatkan warga sebagai ketua RT tanpa memerhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman, akhirnya keputusan gubernur tersebut hanyalah wacana.

Mengapa RT tetap eksis? Mungkin targetnya hanya untuk urusan KTP dan memenuhi persyaratan terselenggaranya pemilu dan pilkada saja. Selebihnya terserah RT! Sikap ketua RT cuek karena ia menilai tidak ada aturan yang jelas, bahkan sering kontradiksi, rancu, dan tidak konsisten. Misalnya, menurut aturan, tamu 1 x 24 jam wajib lapor. Namun tidak dilakukan dan tidak ada sanksi. Apalagi hanya tamu, pembantu dan sopir yang tinggal tahunan saja tidak perlu lapor, bahkan tidak masuk daftar KK. Diskriminasi?

Kalau ketua RT ingin dipertahankan, maka keberadaannya perlu didudukkan sebagai pemimpin warga meskipun dari yang paling kecil. Logika awam, Presiden adalah pemimpin tertinggi kumpulan terbesar warga yang kemudian disebut bangsa di sebuah negara. Ada pemimpin tertinggi, tentu ada pemimpin terendah. Siapa? Ya ketua RT. Kenyataannya, ia juga pemimpin kumpulan terkecil warga yang secara akumulatif membentuk bangsa dalam negara. Ia harus mampu memotivasi warganya untuk bersama-sama melaksanakan tugas ke-RT-an yang menjadi tanggung jawabnya.

Itet T Sumarijanto Ketua RT, Medical Record Administrator

KN5/4

No comments: